Sunday, May 13, 2012

Blended Learning

Blended learning terdiri dari kata blended (kombinasi/ campuran) dan learning (belajar). Istilah lain yang sering digunakan adalah hybrid course (hybrid = campuran/kombinasi, course = mata kuliah). Blended learning merupakan pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka di kelas dengan kegiatan - kegiatan terintegrasi yang difasilitasi dengan komputer, internet, dan media - media pembelajaran lainnya. Demikian juga ditemukan bahwa model pembelajaran berbasis blended lebih baik daripada pembelajaran tatap muka ( face to face ). Blended learning telah menawarkan kesempatan belajar untuk menjadi baik secara bersama-sama dan terpisah, demikian pula pada waktu yang sama maupun berbeda. Sebuah komunitas belajar dapat dilakukan oleh pelajar dan pengajar yang dapat berinteraksi setiap saat dan di mana saja karena memanfaatkan yang diperoleh komputer maupun perangkat lain sebagai fasilitasi belajar. 
Blended learning memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan blended learning adalah dapat melakukan difersivikasi pembelajaran dan memenuhi karakteristik belajar siswa yang berbeda-beda. Misalnya, siswa yang enggan berdiskusi di kelas mungkin saja akan lebih aktif berdiskusi secara tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa blended learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka maupun e-learning. Tidak semua orang berani dalam mengajukan pendapatnya apabila di tempat umum langsung seperti kelas. Ada saja mahasiswa yang sebenarnya memiliki banyak ide namun kurang berani menunujukkannya. Dengan blended learning ini mahasiswa yang lebih tertutup akan menjadi lebih aktif. Sedangkan kekurangan dari blended learning itu sendiri adalah :
  • Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan prasarana tidak mendukung 
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet. Padahal dalam blended learning diperlukan akses internet yang memadai, apabila jaringan kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam mengikuti pembelajaran mandiri via online 
  • Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi 
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet

Testimoni :
Bagi saya, blended learning merupakan suatu hal yang baru. Memang blended learning sangat bermanfaat dibandingkan metode tatap muka atau kuliah online saja. Namun, blended learning ini perlu didukung oleh berbagai aspek. Tidak sesederhana dalam kuliah tatap muka atau kuliah online. Seperti yang saya post-kan hasil diskusi kelompok saya di atas, blended learning memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya akan mencoba mengaitkan blended learning dengan situasi dan kondisi pendidikan di Indonesia, khususnya di Medan.
Blended learning merupakan kombinasi antara tatap muka dan kuliah online. Seperti kelas psikologi pendidikan yang saya ikuti pada hari Sabtu, 12 Mei 2012 kemarin, saya merasakan langsung bagaimana blended learning itu. Yah, dengan bantuan internet, kami bisa mendapat lebih banyak informasi mengenai materi, dan itu sangat membantu diskusi kami. Terima kasih banyak, teknologi. Namun, itu berarti setiap orang harus memiliki gadget portable yang bisa di bawa saat kelas bukan ? Misalnya, laptop, smartphone, tablet, dan semacamnya. Pertanyaan yang muncul di benak saya, apakah setiap mahasiswa pasti memiliki salah satu gadget itu ? Tentu tidak. Kenyataan yang terjadi, akan ada mahasiswa yang merasa “berbeda”. Menurut saya, blended learning ini akan lebih efektif apabila semua fasilitas sudah tersedia di sekolah atau kampus, atau apabila semua pelajar pasti sudah memilki fasilitas yang akan digunakan secara merata.

Sunday, May 6, 2012

Tugas : SLB B ( Pendidikan bagi Tunarungu )

Anggota Kelompok :
1.      Gustrispa N Sirait      ( 11 – 035 )
2.      Fera                          ( 11 – 037 )
3.      Dina Maharani Trg     ( 11 – 055 )
4.      Fania Hutagalung       ( 11 – 081 )
5.      Rossie Janette G. G   ( 11 – 087 )
6.   Dinarti Utari              ( 11 - 093  )
7.   Chindy                      ( 11 – 097 )
8.   Fonds Novel             ( 11 – 105 )
9.   Dhara Puspita Hrp     ( 11 – 113 )
10. Shellani Raudoh         ( 11 – 115 )

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran atau kehilangan pendengaran yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indra pendengaran, baik permanen maupun tidak permanen sehingga dibutuhkan suatu layanan pendidikan khusus. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.      Gangguan pendengaran sangat ringan ( 27 – 40 dB )
2.      Gangguan pendengaran ringan ( 41 – 55 dB )
3.      Gangguan pendengaran sedang ( 56 – 70 dB )
4.      Gangguan pendengaran berat ( 71 – 90 dB )
5.      Gangguan pendengaran ekstrem/tuli ( di atas 91 dB )
Berhubung karena memiliki hambatan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
            Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi / terpadu.
1.  Sistem segregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung.
2.     Sistem pendidikan integrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus
Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu :
1.  Pendekatan Auditori Verbal : mengajarkan seorang anak untuk menggunakan pendengaran disediakan oleh alat bantu dengar atau implan koklea untuk memahami berbicara dan belajar untuk berbicara. Anak diajarkan untuk mengembangkan pendengaran sebagai akal aktif.
2.   Pendekatan Auditori Oral : pengajaran dilakukan dalam dua tahapan yang saling melengkapi, yaitu tahapan fonetik (mengembangkan keterampilan menangkap suku-suku kata secara terpisah-pisah) dan tahapan fonologik ( mengembangkan keterampilan memahami kata-kata, frase, dan kalimat ).

Yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam memberikan pembelajaran pada anak tunarungu :
a.       Tidak berbicara membelakangi anak
b.      Anak hendaknya duduk atau berada di bagian paling depan kelas
c.       Bila hanya sebagaian telinganya yang tuna rungu, tempatkan anak sehingga telinga yang masih berfungsi dengan baik, dekat dengan guru
d.      Perhatikan postur anak
e.       Dorong anak selalu memperhatikan wajah guru
f.       Berbicara dengan volume biasa, tetapi gerakan bibirnya harus jelas
Anak tunarungu yang bersekolah di sekolah umum tidak selalu lebih baik kualitas hidupnya dari pada anak yang bersekolah di SLB, karena banyak anak-anak jebolan SLB yang berhasil menjadi seorang profesional bekerja secara formal, begitu juga sebaliknya.. Jadi, sekolah umum atau SLB bukan hal yang perlu dipermasalahkan asal pilihan orang tua sesuai dengan kemampuan anak. Dan tugas sebagai orang tua untuk terus membimbing, menemukan bakat serta potensi agar anak siap di kehidupan yang akan datang.

Sumber :
·         http://www.kaskus.us/showthread.php?t=13216563 ( 06 Mei 2012 )
·         http://anaktunarungu.multiply.com/journal/item/15 ( 05 Mei 2012 )

Friday, May 4, 2012

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus



Perkembangan manusia merupakan perubahan yang progresif dan berlangsung terus menerus atau berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai suatu tahap perkembangan akan sangat menentukan keberhasilan dalam tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan, apabila ditemukan adanya satu proses perkembangan yang terhambat, terganggu, atau bahkan terpenggal, dan kemudian dibiarkan maka untuk selanjutnya sulit mencapai perkembangan yang optimal.

Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.

Menurut Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. Pelayanan anak berkebutuhan khusus dapat disediakan oleh guru kelas reguler, guru sumber daya, guru pendidikan khusus, konsultan kolaboratif, profesional lain, atau tim interaktif.

1. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran antara lain:
a)      Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktif
b)      Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristik
c)      Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu
d)     Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual
e)      Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
2. Strategi pembelajaran bagi anak berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
a)      Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
b)      Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
c)      Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.
Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
a)      Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
b)      Strategi kooperatif
c)      Strategi modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
a)      Pendidikan integrasi (terpadu)
b)      Pendidikan segresi (terpisah)
c)      Penataan lingkungan belajar

5. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
a)      Model biogenetic
b)      Model behavioral/tingkah laku
c)      Model psikodinamika
d)     Model ekologis

6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
a)      Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
b)      Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
c)      Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.

7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.
Sumber :